Senin, 09 September 2013

Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah



BAB I
PENDAHULUAN

Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing.Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu.Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah Ibnu Al-Abbas.Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H ( 750 M)  s.d 656 H (1258 M).[1]Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pamerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa kekuasaan Daulah Abbasiyah dalam lima periode,[2] yaitu :
1.  Periode I (132 H/750 M – 232 H/ 847 M) masa pengaruh Persia Pertama.
2.  Periode II (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M) Masa pengaruh Turki Pertama
3. Periode III (334 H/945 M – 447 H/ 1055 M) masa kekuasaan Dinasti   Buwaihi, pengaruh persi kedua.
     4.  Periode IV (447 H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M) masa bani saljuk.
5.  Periode V (590 H/1104 M – 656 M/ 1250 M)  
Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaannya pada periode I, para kholifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai tingkat yang tinggi.Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M-833 M). Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk kepentingan social seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasan. Al-makmun khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah.[3]
Menurut Ahmad Syam, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Pendidikan Islam”  bahwa faktor-faktor  pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya, adalah sebagai berikut:[4]
1. Banyak terjadi perselisihan antara bani Umayyah pada dekade terakhir pemerintahannya, di antara penyebabnya yaitu memperebutkan kursi kekahalifahan dan harta.
2. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin Al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.
3. Putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai putra mahkota.
4. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada madzhab-madzhab agama yang tidak benar menurut syari’ah, seperti Al-Qadariyah.
5. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
6. Kesombongan pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya.
7.    Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.Pada periode ini, segala potensi yang terkandung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun strategis.Selain terjadi kemajuan pada bidang sosio-ekonomik, terjadi pada kemajuan pada bidang intelektual.Kemajuan intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, insfrastruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.[5]
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan-gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
B.  Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
            Masa bani abbasiyah merupakan masa kejayaan islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan sehingga mengalami kemajuan dengan pesatnya.[6]Pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menerjemahkan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa yunani, romawi, dan persia. Berbagai naskah yang ada dikawasan timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir menjadi perhatian.
            Banyak para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok mawali atau orang-orang non-arab, seperti  orang-orang non-arab, sepertiorang-orang persia. Pada maasa itu. Pusat-pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid. Pada masa permulaan dinasti abbasiyah. Belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah.[7]Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, mulai didirikan lembaga pendidikan formal, seperti darul hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh khalifah al Makmun. Dari lembaga ini banyak melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan dinasti abbasiyah.
            Dari paparan yang ada diatas dapat di tarik kesimpulan, bahwa pada masa kekuasaan bani abbasiyah mengalami perkembangan yang begitu pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan bidang ilmu agama, terutama mengalami kemajuan pada masa khalifah Harun Ar Rasyid dan khalifah Al Makmun. Pada masa khalifah harun ar rasyid banyak para ulama dan udaba’ yang bermunculan dan mulai banyak di bangun lembaga pendidikan formal untuk mencetak ilmuwan-ilmuwan yang kompeten di bidangnya. Sedangkan  pada masa khalifah al makmun pertama kali munculnya ilmu filsafat dan juga munculnya buku kedokteran.
             Ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.[8]Perkembangan ilmu pengetahuan sangat menakjubkan sehingga zaman ini sering disebut dengan zaman keemasan dunia islam. Berikut ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang beserta tokoh-tokohnya.
a.    Ilmu kedokteran
Ilmu kedokteran mulai berkembang dengan pesat pada masa akhir dinasti abbasiyah I. Pada masa ini, banyak sekolah kedokteran dan rumah sakit yang didirikan. Dinasti bani abbasiyah telah banyak melahirkan dokter kenamaan, diantaranya sebagai berikut.
1)         Hunain ibnu ishaq ( 804-874 M ), terkenal sebagai dokter ahli di bidang penyakit mata dan penerjemah  buku-buku pengetahuan dari bahasa asing ke dalam  bahasa arab.
2)         Ar Razi ( 809-873 M ), terkenal sebagai dokter ahli di bidang penyakit cacat dan campak. Ia adalah dokter rumah sakit bagdad buku karangannya di bidang kedokteran berjudul al-Hawi.
3)         Ibnu sina ( 980-1036 M ), karyanya yang terkenal adalah al Qannun fi al- Tibb dan dijadikan buku pedoman kedokteran bagi universitas di Eropa dan negara-negara islam.
4)         Abu marwan abdul malik ibnu abil ‘ala ibnu zuhr ( 1091-1162 ), terkenal  sebagai dokter ahli di bidang penyakit dalam ( internis ). Karya yang terkenal ialah at-taisir ( pemudahan perawatan ) dan al-iqtida’ yang ditulis tahun 11121 M.
5)         Ibnu rusyd ( 520-595 M ), terkenal sebagai dokter perintis di bidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar.
6)         Abu zakaria yuhana bin maskawih, seorang ahli farmasi di rumah sakit yundishapur.
7)         Sabur bin sahal, menjadi direktur rumah sakit yundishapur.

b.      Ilmu perbintangan
Kaum muslimin pada masa dinasti abbasiyah mempunyai modal besar untuk ilmu mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka mengkaji dan menganalisa berbagai aliran ilmu perbintangan dari berbagai suku bangsa, seperti bangsa yunani, india, persia. Ilmu perbintangan memegang peranan penting, dalam menentukan garis politik para khalifah dan amir. Berikut di antara ahli ilmu perbintangan yang terkenal
1)      Abu ma’syur al falaki, karyanya yang terkanal ialah isbatul ulum dan haiatul falaq.
2)      Jabir al-batany, pencipta alat teropong bintang yang pertama. Karyanya yang terkenal adalah kitabu ma’rifati matlil-buruj baina arba’il falaq.
3)      Raihan al-biruny, karyanya yang terkenal adalah al-tafhim li awa’ili bina atit tanjim
c.       Ilmu pasti
Pada masa dinasti abbasiyah juga berkembang ilmu pasti dan cabang-cabangnya. Misalnya, ilmu geometri yang berfungsi untuk menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang. Ilmu ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan para perancang bangunan, seperti istana, masjid, dan bangunan lainnya. Di antara tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu pasti yang terkenal pada masa ini adalah sebagai berikut.
1)      Sabit bin qurrah al hirany ( 211-288 H ), karyanya yang terkenal ialah Hisabul Ahliyyah
2)      Abdul wafa muhammad bin muhammad bin ismail bin abbas, karyanya yang terkenal ialah Ma yahtaju Ilahi Ummar wal kuttab min sinatil hisab
3)      Sinan Ali Muhammad bin Hasan.

d.      Ilmu farmasi dan kimia
Pada masa ini juga berkembang ilmu farmasi, yaitu ilmu untuk menentukan obat dan pembuatan obat-obatan, makanan, serta gizi. Di antara para ahli farmasi pada maa dinasti abbasiyah adalah ibnu baitar. Karyanya yang terkenal adalah al-mugni ( tentang obat-obatan ), jami’ mufratil-adwiyyah wa agziyah ( tentang obat-obatan dan makanan atau gizi ), dan Mizani Tabib. Adapun di bidang kimia, adalah abu bakar ar-Razi dan Abu Musa Ya’far al-Kufi.

e.       Ilmu filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat yunani diterjemahkan ke dalam  bahasa arab pada masa pemerintahan harun ar-rasyid dan al-makmun, kaum muslimin sibuk mempelajari  ilmu filsafat. Bahkan, mereka mulai menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Akhirnya lahirlah filsafat islam. Tokoh dalam ilmu filsafat islam, al kindi, al farabi, ibnu sina dan lain-lain.

f.       Ilmu sejarah
Dalam masa pemerintahan dinasti abbasiyah telah disusun buku-buku sejarah dalam berbagai bidang, meliputi manusia dan peristiwa.[9]Di antara para sejarawan yang terkenal pda masa itu ialah abu ismail al-azdy dengan karyanya kitab futhusy-syam a waqidy dengan karyanya kitab al-magazy, dll

g.      Ilmu geografi
Pada masa dinasti abbasiyah telah berkembang ilmu geografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi. Di antara ilmuwan geografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh di bumi. Di antara ilmuwan geografi saat ituialah ibnu khardazbah dengan karyanya kitabul masalik wal mamalik, ibnul haik dengan karyanya  kitabul iktim

h.      Ilmu sastra
Pada masa dinasti abbasiyah juga berkembang ilmu sastra, sehingga melahirkan para penyair dan pujangga yang terkenal. Di antara para penyair yang terkenal pada masa dinasti bani abbasiyah adalah abu nawas, abu atiyah, abu tamam
            Dari penjelasan di atas dapat dilihat secara jelas bahwa kemajuan yang dicapai oleh daulah bani abbasiyah tidak hanya di bidang politik, kebudayaan tetapi juga di bidang ilmu pendidikan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan sehingga pada masa bani abbasiyah banyak lahir ilmuwan-ilmuwan yang ahli di bidang masing-masing seperti ibnu sina, al farabi dll. Ilmuwan-ilmuwan yang muncul pada masa bani abbasiyah tidak hanya di bidang ilmu kedokteran tetapi mencakup semuanya, yaitu ilmu perbintangan, ilmu pasti, farmasi dan kimia, filsafat, sejarah geografi dan sastra. Sehingga masyarakat mulai dapat berfikir secara kritis dan mendalami ilmu-ilmu tersebut, karena sudah ada ilmuwan-ilmuwan yang ahli di bidang masing-masing.
            Kemajuan peradaban islam di era dinasti abbasiyah ini juga ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman lain yang meliputi teologi atau ilu kalam dan fiqh. Para khalifah dan pembesar lain mendorong dan bahkan mensponsori aliran teologi yang sesuai dengan pemahamannya. Hal ini menimbulkan perdebatan terbuka dan terkadang meningkat menjadi konflik. Dengan demikian, polarisasi paham keagamaan menjadi jabariyah-qadariyah, asy’ariyah-maturidiyah, telah ikut menyuburkan semangat pencarian kebenaran di kalangan masyarakat. Tidak sedikit karya tulis  di bidang teologi yang disusun oleh mahdzab yang ada. Setiap karya berupaya mengajukan argumentasi untuk mempertahankan dan memperkuat pendapatnya sekaligus menyerang pendapat yang lain.
            Dengan demikian, teologi muncul karena politik, dengan adanya permasalahan tersebut banyak muncul firqah-firqah. Semua firqah-firqah yang saling megemukakan pendapat yang bertentangan tapi ada juga yang memiliki argument yang sama. Dengan adanya argument-argument tersebut menyebabkan semua firqah-firqah saling bertentangan dan adanya banyak konflik.

            Di samping berkembangnya ilmu pengetahuan, pada masa ini juga berkembang pula ilmu-ilmu agama, seperti:
1)      Ilmu Tafsir
Perkembangan ilmu tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan pesat. Tafsir pada zaman ini terdiri atas tafsir bil-ma’sur (Al-Qur’an ditafsirkan dengan Al-qur’an atau hadis-hadis nabi) dan tafsir bir-ra’yi (penafsiran Al-qur’an dengan menggunakan akal pikiran).
      Para ahli tafsir bil-ma’sur, antara lain Jarir at-Tabary. Ibnu ‘Atiyahal-Andalus as-Suda’i (mendasarkan tafsirnya kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud). Muqat bin Sulaiman (tafsiran terpengaruh oleh kitab Taurat), Muhammad bin Isha (dalam tafsirnya banyak mengutip cerita israiliyat).
      Adapun para ahli tafsir bir-ra’yi, antara lain ialah Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany, Ibnu Jaru al-Asady, dan Abu Yunus Abdussalam kesemuanya beraliran mu’tazilah.

2)      Ilmu Hadits
Pada masa ini sudah ada usaha pengodifikasian hadits sesuai kesahihannya lahir ulama-ulama’ hadits terkenal, seperti imam bukhori, muslim, at-tirmizi,abu dawud, ibnu majah, dan an-nasa’i. Dari mereka diperoleh kutubus sittah(kitab-kitab enam), yaitu sahih al-bukhori, sahih muslim, sunan at-tirmizi, sunan abu dawud, sunan ibnu majah, dan sunan an-nasa’i.
3)      Ilmu Kalam
Ilmu kalam lahir disebabkan dua faktor, yaitu musuh lslam ingin melumpuhkan islam dengan menggunakan filsafat dan hampir semua masalah, termasuk masalah agama telah terbakar pada pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara pelopor dan ahli ilmu kalam ialah wasil binata’, abu huza al-allaf, ad-daham, abu hasan al-asy’ari,dan imam gazali.

4)      Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf ialah ilmu syari’at. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada allah, meninggalkan/menjauhkan diri dari kesenangan atau perhiasan dunia dan bersembunyi diri dalam beribadah. Diantara ulama’ tasawuf masa ini adalah al-quraisy dengan karyanya yang terkenal adalah Risalatul-Quraisy dan imam al-ghazali denagn karyanya yang terkenal adalah ihya ulumuddin.

5)      Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa yang berkembang ialah nahwu, saraf, bayan, badi’, dan arud. Ilmu bahasa pada masa Dinasti Abbasiyah berkembang cukup pesat karena bahasa arab yang semakin berkembang memerlukan ilmu bahasa yang menyeluruh. Kota basrahdan kufah merupakan pusat pertumbuhan dari kegiatan ilmu bahasa(ilmulugah). Diantara para ahli ilmu bahasa adalah sibawaiah, al-kisai, dan Abu Zakariyah al-farra.

6)      Ilmu Fiqih
Dari aspek hukum, pada periode ini juga timbul puluhan aliran atau mazhab yang menawarkan metode dan pendapat yang beragam. Ada empat mazhab besar yang bertahan di kalangan suni, yaitu hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali. Semula pengelompokan aliran atau mazhab fikih ini lebih berdasarkan pada kota yang menjadi pusat pengembangannya, yaitu mazhab madinah, mazhab damaskus, dan mazhab mesir. Baru pada periode abbasiyah, mazhab fikih lebih dintributkan kepada tokoh pemikir terbesarnya, yaitu imam abu hanifah (699-767 M), imam malik bin anas (715-795 M), imam muhammad idris asy-syafi’i (820), dan imam ahmad bin hanbal  (855 M). Disamping itu, juga dikenal Abu Yusuf (798 M), murid imam abu hanifah, yang pernah menjabat sebagai hakim agung (qadi al-qudat), dan dawud bin khallaf (833 M) yang menjadi pelopor aliran tekstualis (Mahab Zahiri).
Karya-karya ulama’ mazhab fiqih, antara lain Imam Abu Hanifah,karyanya fiqhu akbar dan al-alim wal muta’an, imam maliki, karyanya yang terkenal ialah kitab al-muwatta’, imam syafi’i karyanya yang terkrnal ialah al-umm dan usul fiqih, imam al mad bin hanbal, karyanya yang terkenal ialah al-musnad.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pendidikan sangat pesat tidak hanya di bidang ilmu pengetahuannya saja tetapi juga dalam bidang ilmu agama, seperti pada ilmu tafsir pada masa kekuasaan bani abbasiyah perkembangan ilmu tafsir sangat pesat dan pada kala itu tafsir ada dua bil ma’tsur dan ra’yi dalam kedua tafsir tersebut banyak tokoh-tokoh yang kompeten di bidang ilmu tafsir khususnya kedua tafsir tersebut.
C.  Metode Mengajar
Lebih tinggi dari kuttab, kaum muslimin dapat memperoleh pendidikan semacam sekolah menengah yang mempelajari berbagai ilmu pengetahuan seperti Al-Qur’an, bahasa Arab, fikih, hadits, mantik, ilmu pasti, ilmu falak, kedokteran dan ilmu-ilmu alam lainnya. Ibnu sina mengatakan bahwa pemilihan bidang pelajaran ditentukan pula oleh bakat dan kecenderungan anak yang akan menempuhnya.
Pada pelajaran tingkat tinggi, kaum muslimin dapat menempuh dua jurusan, ilmu-ilmu naqliyah dan ilmu-ilmu ‘aqliyah. System belajarnya yaitu berhalaqah-halaqah menurut bidang ilmu yang dikuasai oleh syekh yang memegang halaqah tersebut[10].

Dari keterangan di atas, dapat kita ketahui bahwa metode atau system yang digunakan untuk mengajar yaitu dengan halaqah. Halaqah yaitu metode yang di dalamnya terdapat seorang syekh/guru yang membaca suatau kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaaan syekh/guru. Dengan metode seperti ini, proses pengajaran dapat di katakan efektif dan efisien.
D. Materi Pendidikan/Pengajaran
Pada masa khulafa’ur rasyidin, bani umayyah, abbasiyah, fatimiyah dan utsmaniyah lembaga-lembaga pengajaran lebih berkembang dari pada masa Rasulullah SAW, meskipun kurikulumnya tidak jauh dari pokok-pokok pengajran semasa Rasulullah SAW. Pada masa itu berkembang apa yang disebut kuttab, yaitu lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk anak-anak (tingkat dasar). Dalam kuttab dipelajari Al-Qur’an (membaca dan menghafalnya), pokok-pokok ajaran Islam, riyat, menulis, syair, berhitung dan dasar-dasar ilmu nahwu dan sharaf[11].

Dari keterangan tersebut, dapat kita ketahui bahwa materi pendidikan atau pengajaran pada masa itu di tingkat dasar sudah sangat kompleks/menyeluruh, mulai dari menulis, berhitung, membaca dan menghafal Al-Qur’an, mempelajari pokok-pokok Islam (cara berwudlu, cara sholat, macam-macam sholat sunnah, sholat jenazah, puasa dan do’a-do’a), riyat, syair sampai dasar-dasar ilmu nahwu dan sharaf. Pengajaran yang seperti itu tidak ditemukan di Negara islam manapun, karena setiap Negara pasti berbeda. Seperti di Andalusia, hanya mengajarkan Al-Qur’an, menulis, pokok-pokok ajaran Al-Qur’an dan khat. Sedangkan di Tunisia (fiqiyah), hanya diajarkan Al-Qur’an, Hadits dan pokok-pokok ilmu agama, tetapi hanya terfokus/lebih mementingkan ilmu Al-Qur’an. Materi pendidikan yang telah disebutkan di atas sesuai dengan falsafah masyarakat yang hidup di dalamnya dan bertujuan untuk mewujudkannya, yaitu persiapan untuk kehidupan di akhirat, dengan mendidik anakk untuk mentatati perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya, serta memungkinkan anak untuk mengetahui ilmu-ilmu dan keahlian-keahlian yang akan membantu mereka mencapai keberhasilan dalam hidup dan bermanfaat bagi masyarakat.
E. Lembaga pendidikan  dimasa Bani Abasiyah
1). Lembaga-lembaga pendidikan dimasa Bani Abasiyah
      Selain masjid, kuttab, Al-badiah, istana, perpustakaan dan Al-bimarista, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,di masa Bani Abasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan berupa toko buku, rumah para ulama, majlis Al-ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium,dan madrasah-madrasah.Untuk lebih jelasnya maka akan kami paparkan macam-macam  lembaga yang tumbuh pada zaman Bani Abasiyah berikut ini :
a)      Al-hawanit al-waraqien (Toko buku)
Sebagaimana telah dijelaskan diatas,bahwa pada zaman Abasiyaah merupakan puncak kejayaan islam dalam bidang ilmu pengetahuan,kebudayaan, dan peradabaan. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya para pengarang, dan lahirnya para pengarag tersebut mendorong lahirnya industri pembukuan,dan industri pembukuan mendorrong lahirnya toko-toko buku yang dalam bahasa arab disebut Al-hawanit al-wariqien. Dibeberapa kota yang didalamnya terdapat toko-toko buku,menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan: Bahwa pada zaman Bani Abasiyyah telah berkembang pesat ilmu pengetahuan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya toko-toko buku yang berdiri.toko buku ini berdiri karena adanya para pengarang buku yang mempunyai keahlian dalam pemikiran yang kemudiaan mereka tuangkan dalam bentuk buku.Buku inilah yang merupakan sarana menghantarkan pesatnya perkembangan ilmu pada masa Bani Abasiyyah.

b)      Manazil al-ulama (rumah-rumah para ulama)
Ada sejumlah tempat yang cocok untuk mempelajari ilmu yang jumlahnya sulit dihitung, karena tempat belajar dan para mahasiswa secara bersama-sama tidak pernah istirahat didalam memanfaatkan tempat dan memuliakannya, dan antara halaqah pengajaran, aktivitas dan kegiatan yang terjadi di dalamnya. Hal ini sejalan dengan isyarat Al-qur’an, sebagaimana dijumpai di dalam ayat Al-karimah,yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu memasuki rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu waktu masak (makanannya) tetapi jika kamu diundang maka masuklah, dan bila kamu selesai makan,keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. (QS. Al-ahzab (33): 53).
Pelaksanaan kegiatan belajar dirumah pernah terjadi pada awal permulaan islam,yaitu pada saat sebelum tumbuhnya masjid. Rasulullah SAW, misalnya pernah menggunakan rumah al-arqam (Dar al-arqam) bin abi al-arqam sebagai markas tempat bertemunya para sahabat dan para pengikut nabi, dan mengajar mereka tentang dasar-dasar agama yang baru,serta membacakan ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan, sebagaimana Rasulullah menerima orang-orang yang ingin masuk islam dan mengikuti ajarannya dirumah ini, agar rasulullah lebih merasa mantap dalam memberikan bimbingan dan pengajaran, sehinnga ia benar-benar memeluk islam dan bergabung dengan kaum muslimin.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan: kegiatan pengajaran di dalam rumah para ulama’ tidak saja terjadi di zaman abasiyah, namun hal ini sudah dipraktikkan oleh nabi sebelumnya,dengan pengajaran dasar-dasar agama islam yang baru serta membacakan Ayat-ayat suci Al-qur’an agar mereka semua mantap dan akhirnya memeluk agama islam dengan sempurna.Dimana cara ini dilanjutkan oleh generasi dinasti Abasiyyah. Cara ini terhitung sangat efektif untuk memperoleh ilmu karena para siswa lebih bisa mengenal dekat para ulama’ serta karakteristik mereka dalam mengajar, sehingga para siswa lebih bisa leluasa berdiskusi dan bertanya dengan para ulama’ tanpa ada pembatas diantara mereka.

c)      Al-sholun al-adabiyah (sanggar sastra)
Sanggar tari ini mulai tumbuh sederhana pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kemudian berkembang pesat pada masa Abasiyah kemudian berkembang lebih lanjut dari perkumpulan pada zaman Khulafaurrasyidin. Hal ini sejalan dengan kebiasaan khalifah pada zaman islam yang biasanya merencanakan program dalam urusan yang bersifat duniawi,namun meminta fatwa dari segi agama. Dan atas dasar  ini,maka diantara syarat terpenting dari seorang khalifah adalah memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk berijtihad.
Keadaan tersebut menyebabkan majlis al-khulafah ar-rasyidin dihubungkan de ngan sanggar sastra,karena kedua institusi ini berkaitan dengan upaya pengembangan peradaban dan usaha menyebarkan ilmu pengetahuan.Selain itu, tampak pula pemisah yang tegas antara majlis khalifah tersebut dengan sanggar sastra. 
Dari uraian diatas maka penyusun berkesimpulan : bahwa peradaban islam pada masa Bani Abasiyah itu sangat menghargai adanya kreatifitas yang hal tersebut akan mendukung kehidupan manusia di dunia ini sebagaimana tersebut diatas adanya sanggar sastra, bahkan islam mengelompokkan kreatifitas tersebut masuk dalam hal pendidikan, meskipun diantara keduanya tampak pula pemisah yang tegas di dalam hal urusan keakhiratan, sebab para ulama tidak mau jika urusan duniawi tersebut mengalahkan urusan ukhrowi, tetapi mereka mempunyai keyakinin bahwa semua kreatifitas dalam bidang sastra maupun lainnya itu bersumber dari sang Khaliq yaitu Allah.

d)     Madrasah
Secara harfiyah madrasah  berarti tempat belajar.adapun dalam pengertian yang lazim digunakan,madrasah adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang mengajarkan ilmu agama dan ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam sejarah,madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah bani Abbas,sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan dimasjid dan tempat lainnya. Dalam kaitannya ini,Ahmad Salabi berpendapat,bahwa ketika minat masyarakat untuk mempelajari ilmu di halaqah yang ada di masjid-masjid makin meningkat dari tahun ketahun,dan menimbulkan kegaduhan akibat dari suara para pengajar dan para siswa yang saling berdiskusi dan lainnya yang mengganggu kekhusyu’kan shalat,maka mulai difikirkan adanya tempat mempelajari ilmu yang dirancang secara khusus serta dilengkapi dengan berbagai sarana dan prassaarana lainnya yang diperlukan.
Dari uraian diatas maka penyusun berkesimpulan :didirikannya madrasah pada masa bani Abasiyyah disebabkan para ulama’ pada saat itu prihatin dengan digunakannya masjid sebagai tempat pembelajaran yang mana hal tersebut menimbulkan kegaduhan dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh para jamaah masjid,mereka menjadi tidak khusyu’ dan merasa bising dengan adanya suara yang ditimbulkan dalam proses belajar mengajar,akhirnya didirikanlah tempat yang khusus untuk proses belajar mengajar sehinnga hal ini memiliki nilai manfaat yang besar bagi para siswa dan jamaah masjid.

e)      Perpustakaan dan observatorium
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang terjadi di zamn Abasiyah, maka didirikan pula perpustakan, observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Tempat-tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar,dalam arti yang luas,yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umumnya dipahami ,melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa (learning by doing),dan inquiry (penemuan). Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan bukan hanya dikelas,melainkan ditempat-tempat /lembaga pusat kajian ilmiah.tempat-tempat tersebut telah tumbuh pada zaman Abasiyya.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan :lembaga pendidikan ini didirikan dengan tujuan agar para siswa lebih aktif,inovatif dan kreatif di dalam mengembangkan  keilmuannya yang tidak hanya bergantung pada pengajaran oleh guru dikelas namun para siswa dapat mandiri untuk meningkatkan keilmuannya sehinnga ilmu tersebut berkembang dan menghasilkan penemuan-penemuan baru di bidang keilmuwan mereka.

f)       Al-ribath
Secara harfiyah al-ribath berarti ikatan yang mudah dibuka,sedangkaan dalaam arti yang umum adalah tempat untuk melakukan latihan,bimbingan dan pengajaran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat berbagai ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf,misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru besar),mursyid (Guru utama),mu’id (asisten guru),dan mufid (fasilitator). Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan :dalam mencetak kader-kader sufi yang barumaka pada masa Bani Abasiyyah didirikanlah al-ribath yang mana lembaga ini mengajarkan pendidikan penting mengenai jalan menuju kesufian dan yang ditunjang dengan komponen para pengajar yang sudah pakar dalam bidangnya masing-masing secara klasifikasi.

g)      Az-zawiyah
Secara harfiyah berarti sayap atau samping sedangkan dalam arti yang umum adalah tempat yang berada dibagian pinggir masjid yang dilakukan untuk bimbingan wirid,dan zikir untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian az-zawiyah dan al-ribath mempunyai fungsi yang sama,namun al-ribath lebih bersifat khusus.[12]
Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan :lembaga ini mirip dengan al-ribath namun bedanya al-ribats lebih mempunyai kekhususan baik dari segi tempat dan pelajarannya,sedangkan az-zawiyah lebih umum karena tidak hanya mengajarkan khusus ilmu kesufian namun juga ilmu-ilmu lainnya yang juga memiliki tempat yang umum yakni disamping masjid,hal ini dimaksudkan untuk memanfaatkan tempat yang sebelumnya tidak terpakai menjadi lebih bermanfaat serta menambah pengetahuan tentang ilmu juga.
h)      Suffah
Pada masa Rasulullah Suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktifitas pendidikan,biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin,disini para siswa diajari membaca dan menghafal Al-qur’an secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi,dalam perkembangan selanjutnya lembaga ini juga menawarkan pelajaran dasar-dasar menghitung,kedokteran,astronomi,geneologi dan ilmu filsafat.
Dari uraian diatas maka penyusun menyimpulkan :suffah atau kalau zaman sekarang dapat dikatakan sebagai pondok pesantren didirikan pada masa bani Abasiyyah dengan didominasi oleh orang miskin ini bertujuan agar kaum minoritas yang miskin tersebut dapat merasakan pendidikan seperti yang lainnya,jadi tpendidikan itu tidak hanya terkhusus untuk orang kaya semata.

i)        Kuttab/maktub
Berasal dari bahasa yang sama yakni kataba yang berarti menulis. Sedangkan kuttab/maktabberarti tempat untuk menulis /tempat dilangsungkannya kegiatan tulis menulis. Kuttab pada awal perkembangannya adalah lembaga pendidikan yang tertutup,namun setelah adanya persentuhan dari peradaban helenisme maka menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum bahkan filsafat.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan :lembaga ini merupakan lembaga pendidikan Al-qur’an yang bukan hanya menafsirkan Al-qur’an secara kontekstual saja namun lebih cenderung menganggap Al-qur’an itu buku yang dimana banyak ilmu yang bisa digali dari kandungan Al-qur’an yang masih tersimpan.

j)        Khan
Difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang-barangdalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko ,seperti khan an-narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di baghdad.
k)      Rumah sakit
Rumah sakit pada zaman klasik bukan hanya tempat untukmerawat dan mengobati orang-orang sakittetapi juga mendidik orang-orang yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada waktu itu percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan dilaksanakan sehinnga ilmu pengetahuan tersebut sangat pesat.tempat tersebut juga digunakan sebagai tempat praktikum sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit dan juga sebagai tempat pendidikan.
Dari uraian diatas maka penyusun dapat menyimpulkan:pada zaman Bani Abasiyyah sebagian besar sarana dan prasarana umum yang ada menjadi multi fungsi, yang mana tempat tersebut selain menjalankan fungsi aslinya juga menjalankan fungsi pendidikan yang bersangkutan dengan fungsi sarana dan prasarana umum tersebut.

l)        Badiah
Badiah menjadi pusat dalam pelajaran bahasa arab murni dan asli, sehingga banyak khalifah dan ilmuwan-ilmuwan datang ke badiah untuk mempelajari b.Arab dan kesusastraan Arab.[13]
Dari uraian diatas maka penyusun menyimpulkan:badiah merupakan padang pasir yang ada di arab dimana penduduknya adalah suku asli arab yang masih menggunakan b.Arab dengan murni serta faham betul akan kesussastraan arab sehinnga hal itulah yang dimanfaatkan oleh para ulama yang inin lebih memperdala,m b.arab mereka dan hal ini terbukti efektif  dalam meningkatkan bahasa Arab dan memperkenalkannya pada dunia.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Pada masa bani Abbasyiyah, pendidikan islam sangat berkembang pesat terutama pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahannya, banyak bermunculan pemikiran-pemikiran baru yang berhubungan dengan ilmu agama dan ilmu umum. Dan juga bermunculah tokoh-tokoh pendidikan islam yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Metode mengajar yang dilakukan pada masa itu yaitu metode halaqah. Metode tersebut dikatakan sebagai proses belajar yang kolektif, efektif dan efisien. Dan materi yang diajarakan pada masa itu juga sangat komplek/menyeluruh, yang tidak pernah dijumpai pada Negara islam yang lain.
Pada masa pemerintaha Ar-Rasyid banyak dibangun lembaga-lembaga pendidikan seperti Suffah, kuttab/maktab, halaqoh, majlis, masjid, khan, ribbat, rumah – ulama, rumah sakit, toko buku – perpustakaan, dan badiah.




REFERENSI
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Arab. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Nizar, Samsul. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Nata, Abudin. 2005. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Perdana Media Group.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Wahid, Abbas dan Suratno. 2008. Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Tim Kelas D. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Surabaya : Prima Al-Hidayah.
Hafihuddin, Didi. 2006. Agar Layar Tetap Berkembang. Jakarta : Gema Insani Press.
Suwito.2006. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Syam, Ahmad. 1986. Daulah Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Awal. Maktabah Al Jalu Al Misriyah.









[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: rajawali pers, 2010),h. 49
[2] Bojena Gajane Stryzeswska, Tarikh al Daulat al Islamiyah, (Beirut : al Maktab al Tijari , Tanpa tahun)h.360

[3] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta. Kencana, 2008),h 11
[4] Ahmad Syam, Daulah Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Aabasy Al-Awal,( Maktabah Al Jalu Al Misriyah, 1986)
[5] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, ( Jakarta, Kalam Mulia, 2002), 95

[6] Abbas Wahid dan Suratno. Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam. ( Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri ). h. 49
[7] Ibid., h. 50
[8] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M. Ag. Sejarah Pendidikan Islam. ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2009 ). h. 68
[9]Abbas Wahid dan Suratno. Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam. ( Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri ). h. 51
[10] Didin Hafihuddin, Agar Layar Tetap Berkembang (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 110
[11] Didin Hafihuddin, Agar Layar Tetap Berkembang (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 110
[12] Abuddin Nata,Sejarah pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana Media Group),2011,H.151-162.
[13]Kelas D Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya,Sejarah pendidikan Islam,(Surabaya,Prima Al-Hidayah),2012,H.34-38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar