Senin, 27 April 2015

CATATAN MSI DUA



HALLO METODOLOGI STUDY ISLAM, WELCOME TO PGMI 2B 
Tulungagung (07/04/15), kelas PGMI 2B bertemu kembali dengan mata kuliah metodologi studi islam yang di ampu oleh bapak ngainun naim. Dalam pertemuan ketiga ini beliau mengangkat sebuah pembahasan tentang Cara Bergama Ekstrinsik dan Instrinsik dan Dinamika Perkembangan Studi  Islam khususnya sejarah awal Studi Islam. Pertemuan kali ini beliau pisahkan menjadi tiga sesi yaitu sesi pertama diisi dengan materi Cara Bergama Ekstrinsik, kedua diisi materi Dinamika Perkembangan Studi  Islam khususnya sejarah awal Studi Islam, dan ketiga diisi dengan sesi Tanya jawab langsung dengan beliau.
Dalam sesi pertama, seperti biasanya beliau memperkenankan beberapa mahasiswanya untuk mempresentasikan hasil resumannya terkait materi yang akan dibahas. Presentasi didepan kelas ini dimulai dari Ima syamfarida, kemudian dilanjutkan oleh imroatus zahro, nimas ayu kusuma wardani dan diakhiri dengan presentasi dari leyli agustri kumalasari.setelah presentasi selesai, bapak ngainun naim melanjutan dengan penjelasan-penjelasan  terkait materi sekedar untuk meluruskan pemahaman mahasiswanya terkait dengan materi tersebut. Dalam pembahasan ini Mahasiswapun merasa begitu diperhatikan dengan sifat beliau yang mengerti akan kebutuhan mahasiswanya dengan celetuk-celetuk yang kembali membangkitkan semangat belajarnya.
Inti yang dapat di ambil dari sesi pertama ini bahwa, psikologi berkaitan erat dengan agama. Psikologi dapat menjadi tokoh antagonis dalam agama sekaligus menjadi tokoh protagonisnya. Sebagai contoh Nilai antagonis psikologi terhadap agama di ungkapkan wiliam james yaitu nabi dan tokoh tokoh suci  selalu dihinggapi perasaan yang berlebih antaralain melankoli, halusinasi, mndengar suara atau melihat visi dan berbagai karakteristik patologikal lainnya. Dicontohkan bahwa seorang nabi atau pembesar suci mampu mempengaruhi orang lain. Seorang imam/ pembesar suci berkata duduklah, maka seluruh orang yang ada dalam lingkungan yang sama akan duduk menuruti perkataan beliau.
Dalam ulasan ini beberapa kali disiggung seorang tokoh psikologi psikoanalisa yaitu sosok sigmun freud yang terkenal dengan teori Id, Ego dan Super Egonya. Beliau mencontohkan dalam interaksi sosial antara dua orang. Seseorang yang mengedepankan ego cenderung tidak terima dengan apa yang dikatakan orang lain dan memotong pembicaraan atau interaksi yang sedang berlangsung. Sedangkan sesosok yang mampu mengatur super egonya akan mendengarkan, menerima, dan menjawab atau menangapi setelah lawan interaksinya memberikan waktu untuk berbicara atau meminta tanggapan.
Banyak tokoh psikologi yang antagonis dengan agama karena merekan mengalami persoalan

Rabu, 15 April 2015

Makalah Pendidikan Karakter di Sekolah



MAKALAH
TEMA : LINGKUNGAN PENDIDIKAN DALAM KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT
JUDUL : PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Moch. Fuad




Disusun Oleh :
Isna Nur Khoeriyah
12410007
PAI D


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Situasi social, cultural masyarakat kita akhir-akhir ni memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan martabak manusia. Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas dll telah terjadi dalam lembaga pendidikan kita. Hal ini mewajibkan kita untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan kita mampu menjawab dan tanggap atas berbagai macam persoalan dalam masyarakat kita? Ada apa dengan pendidikan kita sehingga sehingga manusia dewasa yang telah lepas dari lembaga pendidikan formal tidak mampu menghidupi gerak dan dinamika masyarakat yang lebih membawa berkah dan kebaikan bagi semua orang?
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.

2.      Rumusan Masalah
1)      Apakah pengertian Pendididkan Karakter itu?
2)      Bagaimana contoh program pendidikan karakter di Sekolah?
3)      Bagaimana peran pendidikan karakter untuk kemajuan bangsa?

3.      Tujuan Penulisan
1)      Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter
2)      Untuk mengetahui contoh pendidikan karakter di sekolah
3)      Untuk mengetahui peran pendidikan karakter untuk kemajuan bangsa























BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada pesrta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari- hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insane kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak hanya siswa tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik di sekolah semua harus terlibat dalam pendidikan karakter.[1]
“Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.”(Doni Koesoema A.Ed)[2]
Proses pendidikan karakter ataupun pendidikan kahlak dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Atas dasar ini, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga Negara secara keseluruhan. Berkenaan dengan pentingnya pendidikan ini, kita diingatkan bahwa “Education comes from within, you get it by struggle effort and thought” (Napoleon Hill) yang artinya: pendidikan dating dari diri kita sendiri, anda memperplehnya dengan perjuangan, usaha dan berpikir.[3]

2.      Contoh Program Pendidikan Karakter di Sekolah
Di Indonesia, sebagai hasil sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 14 Januari 2010 telah dicapai kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebagai berikut :
a.       Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh
b.      Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c.       Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, sekolah dan orang tua.
d.      Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.[4]
Contoh penerapan program pendidikan karakter di sekolah bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1.      Contoh model I
Training Guru
Terkait dengan program pendidikan karakter disekolah, bagaimana menjalankan dan melaksanakan pendidikan karakter di sekolah, serta bagaimana cara menyusun program dan melaksanakannya, dari gagasan ke tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru tentang psikologi anak, cara mendidik anak dengan memahami mekanisme pikiran anak dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak sukses, serta kiat praktis dalam memahami dan mengatasi anak yang bermasalah dengan perilakunya.
Program Bimbingan Mental
Program ini terbagi menjadi dua sesi program :
Sesi Workshop Therapy, yang dirancang khusus untuk siswa usia 12 -18 tahun. Workshop ini bertujuan mengubah serta membimbing mental anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai “mesin perubahan instant” maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan berubah seketika menjadi anak yang lebih positif.
Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu orangtua mengenali anaknya dan memperlakukan anak dengan lebih baik, agar anak lebih sukses dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua akan mempelajari pengetahuan dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi anak dan keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dan di sekolah, serta lebih mudah mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang lain.[5]
2.      Contoh model II
Penerapan Kurikulum secara Holistik-Integralistik
Secara makro, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam kegiatan intrakulikuler dan kokulikuler. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan oleh kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik diterapkan ke dalam kurikulum melalui :
1)      Program pengembangan diri
Program pengembangan diri dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah yaitu : kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, teladan dan pengkondisian. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten pada setiap saat. Contoh kegiatan ini yaitu berbaris masuk ruang kelas, membersihkan kelas, pemeriksaan kebersihan badan (kuku,telinga dan rambut) pada setiap hari senin, beribadah bersama/sembahyang bersama setiap dzuhur (bagi yang beragama islam), berdo’a waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, belajar secara rutin dan rajin. Adapun kegiatan spontan berupa kegiatan yang dilakukan secara spontan, berlaku juga untuk perilaku dan sikap peserta didik yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya : memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh restasi dalam bidang olahraga/kesenian dan berani menentang/mengoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
2)      Pengintegrasian ke dalam semua mata pelajaran
Ada banyak cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran, antara lain : mengungkapkan nilai-nilai yang dikandung dalam setiap mata pelajaran, menggunakan perumpamaan dan membuat perbandingan dengan kejadian-kejadian serupa dalam hidup para siswa, mengubah hal-hal negative menjadi nilai positif dll.
3)      Pengintegrasian ke dalam kegiatan ko kulikuler dan ekstrakulikuler
Kegiatan ko kulikuler dan ekstrakulikuler akan semakin bermakna jika diisi dengan berbagai kegiatan bermuatan nilai, yang dikemas secara menarik sekaligus memberi manfaat bagi siswa.
4)      Pembiasaan
Seluruh apa yang didengar, dirasakan, dan dikerjakan oleh siswa adalah bermuatan pendidikan karakter. Penciptaan lingkungan pembiasaan sangat pentig agar berpengaruh positif dalam mendidik karakter anak.[6]

3.      Peran Pendidikan Karakter Untuk Kemajuan Bangsa
Pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial,  dan, budaya bangsa.
“Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (MuktionoWaspodo)[7]












BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Pendidikan Karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada pesrta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, piker, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.
Ada beberapa contoh program pendidikan karakter di sekolah yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengadakan training guru, program bimbingan mental, dan bisa juga dengan Penerapan Kurikulum secara Holistik-Integralistik.
Pendidikan karakter sangat mempengaruhi kemajuan kehidupan bangsa kedepan karena berawal dari karakter yang baik akan memunculkan ide-ide cemerlang sehingga dapat memberikan sumbangan berharga bagi kemajuan bangsa, misalnya dengan keilmuan yang dimiliki ia dapat memanfaatkannya sehingga dapat menjadikannya ikut serta berperan dalam membangun bangsa yang lebih bermartabat.












DAFTAR PUSTAKA

Koesoema, Doni, 2010, Pendidikan Karakter (Strategi Mendidik Anak di Zaman Global), Jakarta:PT. Grasindo
Kosoemoe, Doni, 2012, Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh,Yogyakarta:Kanisius
Samani, Muchlas dkk, 2012, Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Zubaedi, 2012, Desain Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan), Jakarta:Kencana Prenada Media Group
http://shentiald.blogspot.com/2013/10/makalah-pendidikan-karakter.html


[1]Muchlas Samani dkk, Pendidikan Karakter, hlm:45-46
[2]Doni Koesoema, Pendidikan Karakter (Utuh dan Menyeluruh), hlm:55
[3]Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, hlm:19
[4]Muchlas Samani dkk, Pendidikan Karakter, hlm:105
[6]Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, hlm:269